BANDARLAMPUNG-LENTERATV
Saya sudah berupaya melalui jalur hukum, jika ini (laporan ke Bareskrim Polri) tidak ada kejelasan seperti laporan saat di Polda Lampung, maka saya siap perang (merebut kembali tanah) dengan dia (ZS),” kata Farid Firmansyah.
Menurutnya, pada Februari 2019, ia melapor ke Polda Lampung atas dugaan pemalsuan tanda tangan akte lahan milik orang tuanya alm Bahermansyah Halil oleh oknum yang tidak bertanggung jawab, Zainudin Sembiring.
“Zainudin Sembiring mengaku-ngaku telah membeli tanah di Jalan Soekarno Hatta (By Pass) dari ayah saya ketika ayah berumur 50 tahun. Padahal jelas-jelas ayah saya meninggal umur 46 tahun. Saat ini lahan sudah disewakan oleh Zainudin ke PT Jenti Semen,” ujarnya.
Sempat ketika ia dan keluarga hendak mendatangi lokasi untuk mengukur ulang lahan, pihak keluarga dihalang-halangi oleh RT setempat dan perusahaan PT Jenti Semen yang menempati lahan tersebut. Oleh karena itu, ia melaporkan kasus ini ke Polda Lampung.
“Semua berkas yang dibutuhkan telah saya serahkan ke penyelidik Bripka HS, termasuk berkas akte Zainudin Sembiring yang diduga memalsukan tanda tangan ayah saya. 12 saksi juga sudah diperiksa. Termasuk pembeli tanah bapak saya dan ketua adat Labuhan Ratu,” jelasnya.
Namun karena butuh pembanding tambahan, ia bersama penyidik Bripka HS berangkat ke Labforensik Polri di Palembang pada 1 Oktober 2019. Disana Bripka HS mengatakan akan membantu hal ini, tapi ia harus menyiapkan dana Rp 120 juta.
“6 November 2019, kami ke Palembang lagi. Nah Bripka HS ini berubah lagi dari Rp 120 juga menjadi Rp 150 juta. Dari situ saya minta untuk diberikan DP terlebih dahulu Rp 70 juga, sisanya setelah perkara selesai. Tapi dia menolak,” ujarnya.
Tepat 5 Desember 2019, ia kembali ke Palembang untuk mengambil hasil dan ternyata hasilnya identik. Dari hasil itu, Farid menilai ada kejanggalan dengan 10 pembanding tersebut.
“22 Februari 2021 kami dipanggil oleh Bidpropam Polda Lampung untuk disidang, bersama dengan Bripka HS. Tetapi sampai saat ini belum ada kabar dari pihak penyidik. Sehingga kami sudah melaporkan ke Bareskrim Polri.(Red - Lentera)
Menurutnya, pada Februari 2019, ia melapor ke Polda Lampung atas dugaan pemalsuan tanda tangan akte lahan milik orang tuanya alm Bahermansyah Halil oleh oknum yang tidak bertanggung jawab, Zainudin Sembiring.
“Zainudin Sembiring mengaku-ngaku telah membeli tanah di Jalan Soekarno Hatta (By Pass) dari ayah saya ketika ayah berumur 50 tahun. Padahal jelas-jelas ayah saya meninggal umur 46 tahun. Saat ini lahan sudah disewakan oleh Zainudin ke PT Jenti Semen,” ujarnya.
Sempat ketika ia dan keluarga hendak mendatangi lokasi untuk mengukur ulang lahan, pihak keluarga dihalang-halangi oleh RT setempat dan perusahaan PT Jenti Semen yang menempati lahan tersebut. Oleh karena itu, ia melaporkan kasus ini ke Polda Lampung.
“Semua berkas yang dibutuhkan telah saya serahkan ke penyelidik Bripka HS, termasuk berkas akte Zainudin Sembiring yang diduga memalsukan tanda tangan ayah saya. 12 saksi juga sudah diperiksa. Termasuk pembeli tanah bapak saya dan ketua adat Labuhan Ratu,” jelasnya.
Namun karena butuh pembanding tambahan, ia bersama penyidik Bripka HS berangkat ke Labforensik Polri di Palembang pada 1 Oktober 2019. Disana Bripka HS mengatakan akan membantu hal ini, tapi ia harus menyiapkan dana Rp 120 juta.
“6 November 2019, kami ke Palembang lagi. Nah Bripka HS ini berubah lagi dari Rp 120 juga menjadi Rp 150 juta. Dari situ saya minta untuk diberikan DP terlebih dahulu Rp 70 juga, sisanya setelah perkara selesai. Tapi dia menolak,” ujarnya.
Tepat 5 Desember 2019, ia kembali ke Palembang untuk mengambil hasil dan ternyata hasilnya identik. Dari hasil itu, Farid menilai ada kejanggalan dengan 10 pembanding tersebut.
“22 Februari 2021 kami dipanggil oleh Bidpropam Polda Lampung untuk disidang, bersama dengan Bripka HS. Tetapi sampai saat ini belum ada kabar dari pihak penyidik. Sehingga kami sudah melaporkan ke Bareskrim Polri.(Red - Lentera)